Ecclesia reformata semper reformanda secundum verbum Dei

Mengenang anak Sarani dan Saudara kami, Billy


Tidak untuk seorang ibu, atau saudara bersaudara, atau orangtua Sarani; tidak untuk teman-teman, atau yang hanya tahu bahwa ada seorang muda bernama Billy Heinry Ardian Singkoh. Kita sering berpikir bahwa demikian sudah kehendak Tuhan, namun kupikir tidak pula untuk Tuhan, karena Tuhan tak menghendaki derita dan tangis seorang ibu, atau ruang kosong yang tak bisa diisi oleh apapun di hati kita semua, selain kenangan ia yang telah menemukan istirahatnya.

Saudaraku memang telah menerima baptisan kudus, dan dari situ kita tahu bahwa ia takkan sekali-kali mendahului kita, atau tertinggal di belakang kita. Ada waktu kita semua akan dipersekutukan kembali. Namun, memang tak terlintas dalam hati akan secepat ini kita harus berpisah dengannya.

Ruas jalan dan penerangan yang baik, ditambah peringatan untuk hati-hati, pasti akan dapat mencegah, atau paling tidak mengurangi, kecelakaan yang sama di Rurukan;

peningkatan penanganan profesional pihak rumah sakit Tondano tentu akan menyelamatkan sejumlah nyawa;

dan yang penting, kalau setiap kita mengingat orang-orang yang kita cintai, dan demikian bersikap lebih waspada dan hati-hati dalam berkendaraan, akan lebih banyak perkumpulan sukacita di Minahasa, daripada perkabungan seorang muda yang memancarkan harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Tapi apakah seorang dapat memastikan kapan mengikuti keinginan seorang anak, atau mati-matian menahan sesuatu yang dengan segenap jiwa dimintanya?

Kapan menolak permintaan seorang teman, seorang sahabat, yang selama ini menjadi bagian kisah suka dan duka, untuk berkendaraan menuju suatu tempat, berbahaya sekalipun?

Kapan kita merelakan sesuatu untuk diberikan pada orang lain ketika kita punya harapan supaya sesuatu itu memberi kehidupan?

Di dalam semua ini kita berharap dan berdoa untuk yang terbaik, tidak pernah tahu apakah yang kita putuskan, langkah yang kita ambil, dan tindakan yang kita pilih, akan membawa air mata atau musibah.

Mereka memang adalah bagian dari hidup, dan dengan segala cara kita berusaha menghindarinya.

Apakah Tuhan tidak tahu? Apakah Tuhan membiarkan ini terjadi?

Dalam pikiranku aku berkata Tuhan tahu, dan Ia tak membiarkan; Ia tak mengabaikan. Ia telah memperlakukan saudaraku sebagai seorang manusia sejati sama seperti semua orang dalam kisahnya yang tak lama, dan Ia adalah Tuhan yang sejati.

Sudah dari cerita sebelumnya, Tuhan ada di sana ketika saudaraku bangun dari debu dan goresan luka di hempasan bumi.

Tuhan ada di sana ketika saudaraku menunggu pelayanan rumah sakit dalam rasa takut dan kuatir telah mengecewakan ibu dan saudara-saudaranya, karena ia tahu tahu bahwa mereka sangat mengasihinya.

Tuhan ada di sana ketika saudaraku menarik nafas penghabisannya, dan melepaskan semua impian dan harapannya untuk membahagiakan seorang ibu yang telah memberi segalanya demi membahagiakannya...

Tuhan ada di sana meringis, namun tak merasa sakit, marah namun tak emosi. Ia yang paling mengetahui apa akibat kematian bagi manusia...Dan Ia mengerti hati seorang ibu, karena bukankah Dia yang telah menciptakan kita?

Tuhan ada di sisi ibu-ibu yang meratapi anak-anaknya yang terlalu cepat pergi meninggalkan mereka. Hanya Tuhan yang dapat meyakinkan mereka bahwa Ia yang berkuasa telah mengalahkan maut.

Tuhan telah menetapkan satu hari besar yang menandai berakhirnya malam dan hadirnya pagi. Kebangkitan Kristus itu adalah kekalahan maut, supaya air mata seorang ibu tak hanya bisa menenggelamkan bumi, tapi bisa menjadi sungai yang menghidupkan negeri...

Biarlah ratapannya yang terlalu sendu untuk dituturkan tak hanya menandakan kehilangan, tapi akan memimpin pada penemuan sesaat yang mengiring yang terkasih pada kekekalan yang berbahagia.

Kita semua terlalu bodoh jika berpikir bahwa hidup itu berakhir ketika kesalahan kecil membawa akibat fatal. Lanjut usia pun bukanlah akhir sebuah hidup. Bagaimana pun kematian merenggut hidup,
ingatlah bahwa kita tak bisa hanya ada untuk waktu yang sesaat ini saja...

Lebih dari itu, ingatlah bahwa kematian itu sudah dikalahkan.

Setiapkali Tuhan menangis bersama kita, ingatlah bahwa Ia telah menyiapkan saat di mana air mata dihapus dan penderitaan tiada lagi.

Karena itu, menangislah dengan sangat jangan kita merindukannya, merataplah dengan sungguh-sungguh bersama kaum perkabungan kita. Sesungguhnya Tuhan itu adil dalam segala keputusanNya, dan kita manusia hanya tak bisa menyelami pikiran-pikiranNya.

Dan marilah kita menanti pertemuan itu, di mana cerita kematian tiada lagi.

No comments:

First Things | On the Square